BUDAYA DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI
I.
PENDAHULUAN
Konseling sebagaimana kita ketahui adalah suatu proses
pemberian bantuan dari seorang ahli yang disebut dengan konselor kepada seorang
yang mengalami permasalahan atau klien untuk membantu klien memecahkan masalah
yang sedang klien hadapi. Manusia sebagai objek dari proses konseling tidaklah
selalu memiliki latar belakang yang sama. Mereka bisa saja berasal dari budaya
yang berbeda baik itu tingkat pendidikan maupun status sosial-ekonomi.
Oleh karena itu, seorang konselor dituntut untuk dapat
menyesuaikan diri serta memiliki kemampuan menghadapi segala perbedaan yang ada
pada diri klien-kliennya juga perbedaan pada dirinya. Hal ini membuat konselor
harus mempunyai kesadaran akan budaya yang dia miliki dan memahami pula pada
budaya yang dimiliki klien. Karena masalah budaya bukanlah masalah yang
sederhana, banyak unsur yang ada di dalamnya. Sehingga apabila konselor tidak
mampu memahami budaya yang melatarbelakangi individu, maka dimungkinkan akan
terjadi sebuah kesalahpahaman yang akhirnya bisa mengganggu jalannya proses
konseling.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimanakah Pengertian Budaya?
B.
Bagaimanakah Pengertian Konsep Diri?
C.
Bagaimanakah Pengaruh Budaya dalam Pembentukan
Konsep Diri?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Budaya
Budaya merupakan
daya dari budi yang merupakan cipta, karsa, dan rasa. Sementara kebudayaan
menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat. Kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata
budhidayyah yang berarti daya dan budi.[1]
Dalam konteks psikologi lintas budaya, budaya diartikan sebagai seperangkat
sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimilki oleh sekelompok orang.
Seperti yang diungkapkan oleh Matsumoto (1996) “culture as the set of
attitudes, values, beliefs, and behaviors shared by a group of people, but
different for each individual, communicated from one generation to the next”
Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya sebagai gagasan, baik yang muncul
sebagai perilaku maupun ide seperti nilai dan keyakinan, sekaligur sebagai
material, produk, maupun sesuatu yang hidup dan menjadi panduan bagi individu
anggota kelompok. Selain itu, definisi tersebut menggambarkan bahwa budaya
adalah suatu konstruk sosial sekaligus konstruk individu.
Ada dua hal yang
ditekankan berdasarkan pengertian tadi, yaitu 1) adanya penyebaran kepemilikan
(sharing) dari aspek-aspek kehidupan dan perilaku, 2) adanya hal-hal (things)
yang dibagikan kepemilikannya (Shared).[2]
Dalam bukunya
Jalaludin Rakhmat dan Deddy Mulyana (2000) mengatakan budaya adalah suatu pola
hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.[3]
B.
Konsep Diri
1.
Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah
organisasi dari persepsi-persepsi diri. Organisasi dari bagaimana kita
mengenal, menerima, dan menilai diri kita sendiri. Suatu deskripsi mengenai
siapa kita, mulai dari identitas fisik, sifat, hingga prinsip. [4]
Para ahli
mendefinisikan konsep diri sebagai berikut :
a. William D. Brooks yang dikutip
Jalaluddin Rahmad menyebut konsep diri sebagai “those physical, social, and
psychological perceptions of ourselves that we have drived from experiences and
our interaction with others”. Pengertian tersebut memiliki makna bahwa konsep
diri merupakan persepsi manusia yang meliputi fisik, sosial, dan psikis yang
berasal dari pengalaman dan interaksi manusia dengan dirinya sendiri dan
masyarakat (orang lain).[5]
b. Musthofa Fahmi menyatakan; konsep
diri adalah sekumpulan pengenalan orang terhadap dirinya dan penilaiannya
terhadap dirinya itu.
c. Carles Haston Cooley memberikan
definisi konsep diri sebagai pengenalan terhadap diri yang merupakan suatu
proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain.
d. Pudjijogyanti menyatakan konsep
diri merupakan sikap, pandangan, atau keyakinan seseorang terhadap keseluruhan
dirinya.
Konsep diri dapat
didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang
terhadap dirinya. Secara lebih luas konsep diri merupakan pandangan seseorang
mengenai dirinya sendiri secara keseluruhan sebagai hasil observasi terhadap
dirinya di masa lalu dan di masa sekarang yang sangat mempengaruhi perilaku
seseorang.
2. Faktor-faktor Pembentuk Konsep Diri
Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara lain:
a.
Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, di mana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal di sekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial.
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, di mana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal di sekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial.
b.
Inteligensi
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya
c.
Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisnya. Jika prestisnya meningkat maka konsep dirinya akan berubah.
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisnya. Jika prestisnya meningkat maka konsep dirinya akan berubah.
d.
Status Sosial Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi
bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat
mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang
cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan
individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih
positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah. Hal ini didukung
oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi
menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan
anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak
dari ekonomi tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari
tingkat ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi
Darmayekti, 2006:21).
e.
Hubungan Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan
yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan
orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini
sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak
untuk jenis seksnya.
f.
Orang Lain
Kita mengenal diri kita dengan
mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri saya, akan
membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan
bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan
dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya.
Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan
menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya.
g.
Kelompok Rujukan (Reference Group)
Yaitu kelompok yang secara emosional
mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya.
Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2005:105), ciri orang yang memiliki
konsep diri negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap
pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenagi orang
lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.
Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal:
1) Kemampuan mengatasi masalah.
Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal:
1) Kemampuan mengatasi masalah.
2) Merasa setara dengan
orang lain.
3)
Menerima pujian tanpa rasa malu.
4) Menyadari
bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang
tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5) Mampu
memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian
yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.[6]
C.
Pengaruh Budaya Terhadap Konsep Diri
Apa yang dimaksud
dan dipahami sebagai diri konsep diri berbeda dalam setiap budaya. Meski
perbedaan tersebut sering tak terlihat sama seperti saat manusia juga tidak
menyadari perasaan dirinya dan bagaimana perasaan akan diri itu dapat
mempengaruhi hidup seseorang. Perbedaan dalam memandang diri akan terlihat
ketika individu-individu dari berbagai latar belakang budaya yang memiliki rasa
akan diri yang berbeda ini berkumpul atau bertemu satu sama lain. Ada istilah
yang sering digunakan untuk mempermudah studi mengenai konsep diri dalam lintas
budaya, yaitu konstruk diri individual dan diri kolektif.
a.
Diri Individual
Diri individual
merupakan diri yang fokus pada atribut internal yang sifatnya personal seperti
kemampuan invidual, intelegensi, sifat kepribadian, dan pilihan individual.
Diri individual adalah diri yang terpisah dari orang lain dan lingkungan, atau
diri yang tidak tergantung (independent construal of self)
Budaya dan diri
individual mendesain dan menyeleksi sejarah manusia agar tidak bergantung pada
anggota atau masyarakat lain. Menurut konstruk diri individual manusia didorong
untuk membangun konsep diri yang terpisah dari orang lain termasuk dalam tujuan
keberhasilan yang cenderung lebih mengarah pada tujuan diri individu.
Menurut kerangka
ini, nilai kesuksesan dan harga diri mengambil bentuk individualism. Jadi
ketika seseorang berhasil melaksanakan tugas tanpa tergantung pada orang lain
orang tersebut akan merasa lebih puas dan harga diri mereka akan meningkat.
Keberhasilan individu adalah berkat usaha individu itu, sehingga diri dan
masyarakat akan bengga karena seorang individu mampu maraih sukses tanpa
bantuan orang lain.
b.
Diri Kolektif
Diri kolektif bisa
dikatakan sebagai lawan atau kebalikan dari diri individual. Budaya yang menekankan
pada diri kolektif memiliki ciri keterkaitan antar manusia satu dengan yang
lain. Tugas utama budaya di sini adalah membuat bagaimana individu memenuhi dan
memelihara keterikatannya dengan individu lain.
Individu diminta
untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain atau kelompok di mana mereka
bergabung dengan tujuan agar individu tersebut dapat membaca dan memahami
pikiran perasaan orang lain, bersimpati, sehingga individu itu dapat memainkan
peran yang telah diberikan kelompok.
Tugas normatif
budaya di sini adalah mendorong saling ketergantungan (interdependence) satu
sama lain. Dalam konstruk diri kolektif nilai keberhasilan dan harga diri
adalah apabila individu tersebut mampu memenuhi kebutuhan komunitas dan menjadi
bagian penting dalam hubungan dengan komunitas. Individu fokus kepada status
keterikatan mereka dan penghargaan serta tanggung jawab sosial.[7]
IV.
KESIMPULAN
Budaya tidak hanya mempengaruhi tingkah laku individu, tapi
juga konsep diri individu. Seperti yang kita ketahui konsep diri adalah merupakan
pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri secara keseluruhan sebagai hasil
observasi terhadap dirinya di masa lalu dan di masa sekarang yang sangat
mempengaruhi perilaku seseorang.
Dalam kaitannya dengan budaya dan konsep diri ini membentuk
dua konstruk diri yaitu diri individual dan diri kolektif. Diri individual
adalah diri yang terpisah dari orang lain dan lingkungan, atau diri yang tidak
tergantung (independent construal of self)
Sedangkan diri kolektif adalah lawan dari diri individual. Budaya
yang menekankan pada diri kolektif memiliki ciri keterkaitan antar manusia satu
dengan yang lain. Tugas utama budaya di sini adalah membuat bagaimana individu
memenuhi dan memelihara keterikatannya dengan individu lain.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar makalah ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari
pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga
makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Dayakisni, Tri dan Salis Yuniardi,
Psikologi Lintas Budaya, Malang : UMM Press, 2004
http://bimbingankonselingkita.blogspot.com/2012/03/konsep-diri.html
http://bimbingankonselingkita.blogspot.com/2012/03/konsep-diri.html
Prasetya,
Joko Tri,dkk. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta : PT. Rieneka Cipta, 2009
Rakhmat, Jalaluddin dan Deddy
Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT. remaja Rosdakarya, 2000
Rakhmat,
Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1991
[1] Drs, Joko Tri Prasetya, dkk. Ilmu
Budaya Dasar, Jakarta : PT. Rieneka
Cipta, 2009, hal 28
[2] Tri Dayakisni dan Salis
Yuniardi, Psikologi Lintas Budaya, Malang : UMM Press, 2004, hal 10-11
[3] Jalaluddin rahkmat dan Deddy
Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT. remaja Rosdakarya, 2000, hal. 25
[4] Op. cit, Tr Dayakisni, Hal 117
[5] Jalaluddin Rahmat, Psikologi
Komunikasi, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1991, hlm. 99
[7] Op. cit. Tri Dayakisni,
hal: 119-121