Senin, 21 Mei 2012

PENANGGULANGAN MENTAL DISORDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

PENANGGULANGAN MENTAL DISORDER DALAM
PERSPEKTIF ISLAM

MAKALAH

Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Teknik Manajemen BKI
Dosen Pengampu : Hj. Mahmudah. S. Ag., M. Pd



Di Susun Oleh:
Riza Azizatul Maghfiroh         (101111036)






FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012



PENANGGULANGAN MENTAL DISORDER DALAM
PERSPEKTIF ISLAM

I.              PENDAHULUAN
         Gangguan mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia. Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia. Penemuan dan pengetahuan tentang kondisi kesehatan mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan perubahan budaya, dan saat ini masih terdapat perbedaan tentang definisi, penilaan dan klasifikasi, meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas. Lebih dari sepertiga orang di sebagian besar negara-negara melaporkan masalah pada satu waktu pada hidup mereka yang memenuhi kriteria salah satu atau beberapa tipe umum dari kelainan mental.
         Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus tidak jelas, dan teori terkadang menemukan penemuan yang rancu pada suatu ruang lingkup lapangan. Layanan untuk penyakit ini terpusat di Rumah Sakit Jiwa atau di masyarakat sosial, dan penilaian diberikan oleh psikiater, psikolog klinik, dan terkadang psikolog pekerja sukarela, menggunakan beberapa variasi metode tetapi sering bergantung pada observasi dan tanya jawab. Perawatan klinik disediakan oleh banyak profesi kesehatan mental. Psikoterapi dan pengobatan psikiatrik merupakan dua opsi pengobatan umum, seperti juga intervensi sosial, dukungan lingkungan, dan pertolongan diri. Pada beberapa kasus terjadi penahanan paksa atau pengobatan paksa dimana hukum membolehkan. Stigma atau diskriminasi dapat menambah beban dan kecacatan yang berasosiasi dengan kelainan mental (atau terdiagnosa kelainan mental atau dinilai memiliki kelainian mental), yang akan mengarah ke berbagai gerakan sosial dalam rangka untuk meningkatkan pemahanan dan mencegah pengucilan sosial.
II.           PERMASALAHAN
A.    Apa pengertian  Mental Disorder?
B.     Bagaimana Pengaruh Mental terhadap Tubuh?
C.     Apa Saja Ciri-Ciri Mental Sehat dan Mental tidak Sehat?
D.    Bagaimana Penanggulangan Mental Disorder Dalam Perspektif Islam?
III.        PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mental Disorder
Mental disorder adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental (kesehatan mental), disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi – fungsi kejiwaan/mental terhadap stimuli eksternal dan ketegangan – ketegangan, sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur pada satu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan.
Gangguan mental itu merupakan totalitas kesatuan daripada ekspresi mental yang patologis terhadap stimuli sosial, dikombinasikan dengan faktor-faktor penyebab sekunder lainnya.
Mental disorder itu mempunyai pertanda awal antara lain: cemas-cemas, ketakutan, sakit hati, dengki, apatis, cemburu, marah – marah secara eksplosif, dan lain – lain. Ringkasnya, kekacauan atau kekalutan mental merupakan bentuk gangguan pada ketenangan batin dan harmoni dari struktur kepribadian.[1]

B.     Pengaruh Mental terhadap Tubuh
Barangkali orang akan lebih menerima kalau dikatakan bahwa tubuh mempengaruhi pikiran, dari pada sebaliknya yaitu pikiran mempengaruhi tubuh. Telah banyak terlihat dalam banyak peristiwa yang menunjukkan bahwa keadaan mental mempunyai pengaruh yang sangat besar atas kehidupan jasmani. Diantara adalah:
a.       Keadaan emosi
Emosi adalah keadaan jiwa semata-mata, yang tergantung kepadanya perubahan-perubahan jasmani secara jelas. Kita mengetauhi pula bagaimana pengaruh marah dan takut. Jika marah itu berulang-ulang terjadinya, akan terjadilah keadaan pencernaan yang tidak baik, naiknya tekanan darah.
b.      Pengaruh Sugesti
Pengaruh sugesti terhadap tubuh sudah dimaklumi, pikiran tentang kesehatan, penyakit atau pingsan dapat membawa kepada rasa sehat, sakit atau pingsan. [2]


C.    Ciri-ciri Mental Yang Sehat dan Mental Tidak Sehat
1) ciri-ciri mental yang sehat
a)  Terhindar dari Gangguan Jiwa
Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu:
Ø  Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psikose tidak. 
Ø  Neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
b) Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/memenuhi kebutuhan (needs satisfaction), dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.
c) Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya. pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.
d) Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain. dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya di tujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama.
2) Ciri-ciri mental tidak sehat
a.)Perasaan tidak nyaman (inadequacy) 
b.) Perasaan tidak aman (insecurity) 
c.) Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence) 
d.) Kurang memahami diri (self-understanding) 
e.) Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial 
f.) Ketidak matangan emosi 
g.) Kepribadiannya terganggu [3]

D.    Penanggulangan Mental dalam Perspektif Islam
Pembinaan mental seseorang mulai sejak kecil, semua pengalaman yang dilalui baik yang disadari maupun tidak disadari ikut menjadi unsur-unsur yang menggabung dalam kepribadian seseorang. Di antara unsur-unsur yang akan menentukan corak kepribadian adalah nilai-nilai yang diambil dari lingkungan, terutama keluarga sendiri. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai agama, moral dan sosial. Apabila dalam pengalaman di waktu kecil itu, banyak didapat nilai-nilai agama, maka kepribadiaanya akan mempunyai unsur-unsur baik. Demikian sebaliknya, jika nilai-nilai yang diterimanya itu jauh dari agama, maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh dari agama dan akan menjadi goncang. Karena nilai-nilai positif yang tetap dan tidak berubah adalah nilai-nilai agama, sedangkan nilai-nilai sosial dan moral yang didasarkan bukan kepada agama, akan sering mengalami perubahan, sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Karena itulah maka mental yang hanya terbina dari nilai-nilai sosial dan moral yang mungkin berubah dan goncang itu, akan membawa kepada kegoncangan jiwa.[4]
Orang yang tidak merasa tenang, aman serta tentram dalam hatinya adalah orang yang sakit rohani atau mentalnya. Para ahli psikiater mengakui bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu yang diperlukan untuk melangsungkan proses kehidupan secara lancar. Kebutuhan tersebut berupa kebutuhan jasmani dan dapat berupa kebutuhan rohani maupun kebutuhan sosial. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari tak jarang dijumpai bahwa seseorang tak mampu menahan keinginan bagi terpenuhinya kebutuhan bagi dirinya. Dalam kondisi seperti itu akan terjadi pertentangan dalam batin. Pertentangan ini akan menimbulkan ketidak seimbangan dalam kehidupan rohani, yang dalam kesehatan mental disebut kekusutan rohani. Kekusutan rohani ini disebut kekusutan fungsional.
 Bentuk kekusutan fungsional ini bertingkat yaitu psychopat, psychoneurose, dan psikotis. Psychoneurose di tandai bahwa seseorang tidak mengikuti tuntutan-tuntutan masyarakat. Pengidap psychoneurose menunjukkan perilaku menyimpang. Sedangkan penderita psikotis dinilai mengalami kekusutan mental yang berbahaya sehingga memerlukan perawatan khusus.
Usaha penanggulangan kekusutan rohani atau mental ini sebenarnya dapat dilakukan sejak dini oleh yang bersangkutan. Dengan mencari cara yang tepat untuk menyesuaikan diri dengan memilih norma-norma moral, maka kekusutan mental akan terselesaikan.
Pendekatan terapi keagamaan ini dpat dirujuk dari informasi al-quran sendiri. Di antara konsep terapi gangguan mental ini adalah firman Allah dalam surat Yunus:57
Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya sudah datang dari Tuhanmu al-Quran yang mengandung pengajaran, penawar bagi penyakit jiwa, tuntunan serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
               Kesehatan mental adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan). [5]
Agama merupakan salah satu bentuk perilaku yang sangat mempengaruhi keseharian seseorang. Dengan dasar keyakinan akan ajaran agama, seseorang akan berusaha mengubah dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama tersebut. Sehingga tidak mengherankan, karena ajaran agama dan keyakinan yang berbeda, membuat individu memunculkan perilaku yang berbeda sesuai dengan ajaran agamanya.
Jika dalam pandangan teori psikoanalisa, agama merupakan bentuk perilaku tidak dewasa (abnormal), tetapi teori ini sudah banyak dimentahkan oleh teori-teori yang berorientasi humanistic, yang memandang bahwa manusia harus dilihat secara utuh. Walaupun pada dasarnya agama adalah sebuah perilaku yang tidak bisa dijelaskan secara rasional.
Seseorang yang mengalami tekanan psikologis yang tinggi, harus ada usaha untuk mengembalikan tekanan tersebut kearah normal. Sebenarnya, manusia modern saat ini memiliki tekanan yang sangat tinggi. Ada dua cara untuk menghadapi tekanan tersebut agar kembali normal, yaitu:
a.     Ilmu Pengetahuan
Sebenarnya manusia diberikan suatu kekuatan yang sangat kuat menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu ilmu. Yang menjadi masalah adalah, jika tekanan kehidupan tambah berat, tetapi perkembangan ilmu tidak mengimbanginya, sehingga membuat orang stress. Mungkin pada taraf ini yang membedakan antara potensi stres orang-orang yang mempunyai ilmu dan teknologi tinggi, lebih rendah dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal didaerah miskin. Dengan kekuatan ilmunya, orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan akan berusaha menjawab tantangan dan tekanan yang datang.
b.    Agama dan Kepercayaan
Bagaimana dengan orang yang tidak memiliki ilmu yang cukup. Ini adalah orang-orang yang rentang mengalami stress kearah yang negatif. Tetapi ada satu pertahanan kuat yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu, agama. Agama merupakan sandaran dan pertahanan terakhir menghadapi tekanan yang dihadapi. Sehingga, seseorang yang tidak bisa menjawab tantangan yang dihadapi, dan tidak pula mempunyai benteng pertahanan ini (agama), akan jatuh kepada stress yang berat.
Ini menunjukkan bahwa, agama dapat mengembalikan tekanan kehidupan kearah yang normal dengan menjadi benteng pertahanan terhadap tekanan kehidupan. Tetapi alangkah baiknya, jika kedua benteng itu (ilmu dan agama) dimiliki oleh setiap orang, sehingga akan menjadi manusia yang sehat, jauh dari stress. [6]

IV.        KESIMPULAN
Mental disorder adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental (kesehatan mental), disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi – fungsi kejiwaan/mental terhadap stimuli eksternal dan ketegangan – ketegangan, sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur pada satu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan.
Telah banyak terlihat dalam banyak peristiwa yang menunjukkan bahwa keadaan mental mempunyai pengaruh yang sangat besar atas kehidupan jasmani. ciri-ciri mental yang sehat: terhindar dari gangguan jiwa, Dapat menyesuaikan diri, Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin, Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain. ciri-ciri mental tidak sehat: Perasaan tidak nyaman (inadequacy), perasaan tidak aman (insecurity), kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence), kurang memahami diri (self-understanding) ,kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial, ketidakmatangan emosi,kepribadiannya terganggu.
Usaha penanggulangan kekusutan rohani atau mental sebenarnya dapat dilakukan sejak dini oleh yang bersangkutan. Dengan mencari cara yang tepat untuk menyesuaikan diri dengan memilih norma-norma moral, maka kekusutan mental akan terselesaikan. Pendekatan terapi keagamaan dapat dirujuk dari informasi al-quran sendiri. Diantara konsep terapi gangguan mental ini adalah firman Allah dalam surat Yunus:57.

V.           PENUTUP
               Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga mkalah ini dapat berguna dan menambah wawasan keilmuan kita. Amin...



DAFTAR PUSTAKA

Aziz El-Quussy, Abdul. 2010. Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa Mental. Jakarta: Bulan Bintang
Darajat, Zakiah. 2001. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung
Kartono, Kartini. 1992.  Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali

 


[1] Kartono, Kartini. Patologi Sosial. (Jakarta: Rajawali,1992), hlm. 229
[2] Abdul Aziz El-Quussy, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/ Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), hlm. 95-97
[4] Zakiah Darajat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 2001), hlm. 83
[5] Ibid., hlm. 145-146

BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK JALANAN

BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK JALANAN

MAKALAH
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Konseling
Dosen Pengampu : Dra. Maryatul Qibtiyah, M. Pd







Di Susun Oleh:
Riza Azizatul Maghfiroh          (101111036)



FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012


BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK JALANAN
I.              PENDAHULUAN
Fenomena anak jalanan di Indonesia adalah hal yang harus ditanggapi secara serius karena anak jalanan juga calon pemimpin masa depan kita. Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku  negatif.  Jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun di  Negara ini semakin membumi hampir di setiap kota-kota. Mereka mencari nafkah dengan cara mengemis, mengamen, berdagang asongan, menyewakan payung, sampai mencari barang rongsokan. Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Mereka pula terkadang dicap sebagai penganggu ketertiban dan membuat kota menjadi kotor, sehingga yang namanya razia atau penggarukan bukan lagi hal yang mengagetkan mereka.

II.           PERMASALAHAN
1.      Apa ynag dimaksud anak jalanan?
2.      Bagaimana kehidupan anak jalanan?
3.      Apa Faktor-faktor yang mempengaruhi anak-anak terjerumus dalam kehidupan anak jalanan?
4.      Bagaimana psikologis anak jalanan?
5.      Bagaimana upaya untuk menangani anak jalanan?

III.        PEMBAHASAN
1.    Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya. Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (surbakti dkk. (eds.) 1997).
Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka.sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya.
Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang  berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa di antara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu.
Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.[1]
Sebagai makhluk social, anak jalanan juga melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi ini melibatkan  hubungan resprokal di mana tingkah laku anak jalanan akan mendapatkan reaksi dari lingkungan tersebut demikian sebaliknya pada kenyataan perlu kita perhatikan akan terlihat bahwa ternyata anak jalanan telah membentuk komunitas sendiri yang berbeda dengan anak-anak  pada umumnya. Hidup berkelompok memiliki jaringan kerja sendiri, peraturan yang di sepakati, norma-norma tersendiri, yang cenderung memisahkan diri dari kelompok yang lainnya. Terutama dengan masyarakat, merupakan karakteristik yang khas dari anak jalanan. Tempat tinggal mereka biasanya berada dalam suatu lokasi tertentu dan juga terdapat kelompok masyarakat (lumpen) seperti gelandangan, pengemis, pengamen serta kaum miskin kota lainnya.
2.    Kehidupan anak jalanan
Untuk bertahan hidup di tengah kehidupan kota yang keras, anak-anak jalanan biasanya melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal, baik yang legal maupun yang ilegal di mata hukum. Anak jalanan yang sering kali dikatakan orang sebagai alat pencari uang bagi kaum premanisme ternyata mempunyai hak dan kewajiban. Mereka yang selama ini hidup menyendiri berteman dengan sesama anak  jalanan membuat mereka lupa bahkan sengaja dilupakan untuk mendapatkan hak-hak itu berbagai harapan ketika mereka hidup di dunia ini menjadi sesuatu yang sulit bahkan kecil kemungkinan untuk didapat, berbeda dengan anak-anak yang hidup serba berkecukupan mereka mampu dan pasti mendapatkan apa yang mereka inginkan dan impian mereka pun dapat terwujud meskipun tidak banyak. Itu lah yang membedakan kehidupan anak-anak pinggiran dengan anak-anak mewah. Padahal anak-anak jalanan butuh yang dinamakan pendidikan. Jadi tidak hanya mereka yang punya uang saja yang bias sekolah tapi bagi mereka yang punya harapan terkecil pun ingin seperti anak lainnya. Kenyataannya apakah mereka bisa begitu, apakah uang yang kita bayarkan dan kita anggap pajak bahkan subsidi benar-benar untuk mereka. Mereka yang punya hak sama seperti kita apa bisa sama dengan kita mendapat apa yang kita dapat. Jelas mereka butuh dan mau apa yang kita lakukan dan inginkan selama ini. [2]Perilaku atau gaya hidup anak kalah merisaukan adalah, mereka umumnya sudah aktif secara seksual dalam usia yang terlalu dini, sehingga risiko kehamilan pada anak perempuan  dan penularan PMS (penyakit menular seksual) sangat tinggi, terutama karena mereka cenderung berganti-ganti pasangan. Menururt Mohammad Farid (1998), tantangan kehidupan yang mereka hadapi pada umumnya memang berbeda dengan kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Dalam banyak kasus, anak jalanan sering hidup dan berkembang di bawah tekanan dan stigma atau cap sebagai penganggu ketertiban. Anak-anak yang hidup di jalanan, mereka bukan saja rawan dari ancaman tertabrak kendaraan, tetapi acap kali juga rentan terhadap serangan penyakit akibat cuaca yang tak bersahabat atau kondisis lingkungan yang buruk seperti tempat pembuangan sampah. Di kalangan anak-anak yang hidup di jalanan, memang kisah-kisah yang menyedihkan dan terkadang menguras air mata adalah hal yang biasa terjadi sehari-hari. Eksploitasi dan ancaman kekerasan merupakan dua hal yang terkadang sekaligus di alami dan terpaksa dirasakan anak jalanan.[3]
3.    Faktor-faktor yang mempengaruhi anak-anak terjerumus dalam kehidupan anak jalanan
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan, seperti:
a.    Kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan
b.    Ketidakharmonisan rumah tangga orang tua
c.    Masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua[4]
d.   Ingin bebas
e.    Pengaruh teman
Persoalan yang kemudian muncul adalah anak-anak jalanan pada umumnya berada pada usia sekolah, usia produktif, mereka mempunyai kesempatan yang sama seperti anak-anak yang lain, mereka adalah warga negara yang berhak mendapatkan pelayanan pendidikan, tetapi disisi lain mereka tidak bisa meninggalkan kebiasaan mencari penghidupan dijalanan.[5]
4.    Psikologi anak jalanan
Psikologis anak jalanan terganggu karena permasalahan yang kerap dihadapi anak-anak tersebut sangat kompleks. Bukan hanya sekedar anak jalanan, tetapi kemampuan intelektualnya pun sangat rendah dibanding anak-anak seusianya,” tukas Oktri Lia Frida, S.Psi MP.Si, Psikolog dari Dinkes Kota Surabaya. Gangguan psikologis ini dikarenakan anak-anak jalanan sangat dekat dengan kekerasan. ”Mereka sangat dekat dengan kekerasan, mulai dari keluarganya yang KDRT (kekerasan Dalam Rumah Tangga), terabaikan, tidak disekolahkan, ataupun kehidupannya yang tidak layak. Secara kelayakan mereka tidak mendapatkannya, untuk itu mereka mengamen di jalanan dan uangnya untuk makan, kata psikolog Oktri.  
5.    Upaya menangani anak jalanan
Anak jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal di perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi. Mereka bukan saja harus mampu bertahan hidup dalam suasana kehidupan kota yang keras, tidak bersahabat dan tidak kondusif bagi proses tumbuh kembang anak. Tetapi, lebih dari itu mereka juga cenderung dikucilkan masyarakat, menjadi objek pemerasan berbagai pihak seperti sesama teman, preman atau oknum aparat, sasaran eksploitasi, korban pemerkosaan, dan segala bentuk penindasan lainnya. Untuk menangani permasalahan anak jalanan haru sdiakui bukanlah hal yang mudah. Selama ini, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan, baik oleh LSM, pemerintah, organisasi profesi, dan sosial maupun Orang per orang untuk membnatu anak jalanan keluar atau paling tidak sedikit mengurangi penderitaan mereka. Namun, karena semuanya dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah, maka hasilnya pun kurang menjadi kurang maksimal.
Agar penanganan dan upaya perlindungan dan pemberdayaan pada anak-anak jalanan dapat memberikan hasil yang lebih baik, yang dibutuhkan adalah kesediaan semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi anak-anak jalanan, dan kemudia merumuskan program intervensi yang tepat sasaran dan sekaligus melakukan pembagian kerja yang lebih terkoordinasi. [6]
Menurut Tata Sudrajat (1996), selama ini beberapa pendekatan yang biasa dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak-anak jalanan adalah sebagai berikut:
a.    Street based, yakni model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu berasal atau tinggal, kemudian para street educator datang kepada mereka: berdialog, mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, serta menempatkan diri sebagai teman.
b.    Centre based, yakni pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan pelayanan di lembaga atau panti seperti pada malam hari diberikan makanan dan perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan bersahabat dari pekerja sosial.
c.    Community based, yakni model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama kelurga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif, yakni mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Keluarga diberikan kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk meningkatkan taraf hidup, sementara anak-anak mereka diberi kesempatan memperoleh pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang, dan kegiatan lainnya yang bermanfaat. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat agar sanggup melindungi, mengasuh, dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara mandiri.
Berbagai pendekatan yang telah diuraikan di atas, tidak berarti satu pendekatan  yang ada lebih baik dari pendekatan yang lain. Pendekatan mana yang dipilih dan lebih tepat, akan banyak ditentukan oleh kebutuhan dan masalah yang sedang dihadapi anak jalanan.[7]
Kasus-kasus penggusuran , pelarangan, penangkapan, pemukulan yang menimpa anak-anak jalanan juga menjadi bukti bagaimana pembangunan memenangkan struktur formal yang bermodal dan mampu membayar pajak kepada negara, sehingga public space of economy dikuasai dan dimonopoli oleh struktur formal. Selain itu formalisasi juga ditampilkan melalui praktek-praktek yang sama dengan legitimasi nilai bahwa pembangunan hanya akan berjalan akibat kontribusi sektor formal. Sementara sektor informal, dimana anak-anak jalanan tumbuh dan berkembang, sekali lagi dianggap sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan. Potret pembangunan memang deskriminatif dalam memberlakukan sektor informal, baik karena logika ekonomi yang dianut maupun karena legitimasi nilai formal yang melatarinya. Ada banyak perangkat nilai, norma ataupun hukum yang selalu digunakan untuk mencari pembenaran terhadap tindakan itu, bisa Perda, Program kebersihan dan ketetiban, peraturan penertiban, atau nilai-nilai sosial diskriminatif lainnya. Hukum-hukum  tersebut tidak mampu dihadapi oleh bocah-bocah kecil yang tidak mempunyai kekuasaan.
Dari urutan di atas dapat dilihat betapa kompleksnya masalah anak jalanan ini sehingga penanggulan anak jalanan ini tidak hanya dapat dilakukan secara efektif bila semua pihak tidak ikut melakukannya seperti pemerintah, LSM, masa media, individu-individu dan organisasi-organisasi keagamaan.
  Penanggulangan anak jalanan ini juga bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.    Melalui proram aksi langsung
Program ini biasanya ditujukan kepada kelompok sasarannya yaitu para anak jalanan, misalnya saja memberikan pendidikan non-formal, peningkatan pendapatan keluarga, pelayanan kesehatan. Tipe pekerjaan ini biasanya yang dilakukan oleh LSM-LSM.
2.    Program peningkatan kesadaran masyarakat
Aktivitas program ini untuk menggugah masyarakat untuk mulai tergerak dan peduli terhadap masalah anak jalanan. Kegiatan ini dapat berupa penerbitan bulletin, poster, buku-buku, iklan layanan masyarakat di TV, program pekerja anak di radio dan sebagainya.[8]
Kalau diperinci satu per satu barang kali ada puluhan atau bahkan ratusan masalah yang dihadapi anak-anak jalanan. Namun, ada delapan masalah prioritas anak jalanan yang mendesak untuk segera ditangani oleh beberapa pihak. Kedelapan masalah pokok tersebut adalah:
a.    Gaya hidup dan perilaku anak jalanan yang acap kali membahayakan dan mengancam keselamatan diri sendiri, seperti ngelem, seks bebas, kebiasaan berkelahi, dan sebagainya.
b.    Ancaman gangguan kesehatan
c.    Minat dan kelangsungan pendidikan anak jalanan yang relatif rendah dan terbatas
d.   Kondisi ekonomi dan latar belakang kehidupan sosial-psikologis orang tua yang relatif miskin dan kurang harmonis
e.    Adanya bentuk intervensi dan sikap sewenang-wenang dari pihak luar terhadap anak jalanan, baik atas nama hukum karen aulah preman yang mencoba mengambil manfaat dari keberadaan anak jalanan
f.     Adanya kekeliruan persepsi dan sikap prejudice sebagian masyarakat terhadap keberadaan anak jalanan
g.    Adanya sebagian anak jalanan yang tengah menghadapi masalah khusus, baik kaibat ulahnya yang terencana, maupun karena ketidaktahuan terhadap bahaya dari sebuah tindakan tertentu, seperti hamil dalam usia yang terlalu dini akibat seks bebas
h.    Mekanisme koordinasi dan sistem kelembagaan penanganan anak jalanan yang belum berkembang secara mantap, baik antara pemerintahan dengan LSM maupun persoalan intern diantara lembaga itu sendiri.[9]
Bahwa bimbingan untuk anak jalanan itu  mengunakan  Pendekatan yang dipilih dan lebih tepat dengan masalah yang di hadapi oleh anak jalanan. Sebaiknya kalau menangani anak jalanan itu langsung terjun langsung di tempat tinggal anak-anak jalanan tinggal, kerena dengan terjun langsung kita bisa mengetahui masalah yang dihadapi anak jalanan tersebut, karena masalah anak jalanan itu tidak sama. Jadi itu lebih penting untuk menagani anak jalanan.
IV.         KESIMPULAN
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya. Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (surbakti dkk. (eds.) 1997) yaitu children on the street, children of the street, children from families of the street.
anak jalanan sering hidup dan berkembang di bawah tekanan dan stigma atau cap sebagai penganggu ketertiban. Anak-anak yang hidup di jalanan, mereka bukan saja rawan dari ancaman tertabrak kendaraan, tetapi acap kali juga rentan terhadap serangan penyakit akibat cuaca yang tak bersahabat atau kondisis lingkungan yang buruk seperti tempat pembuangan sampah. Di kalangan anak-anak yang hidup di jalanan, memang kisah-kisah yang menyedihkan dan terkadang menguras air mata adalah hal yang biasa terjadi sehari-hari. faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan, seperti:
a.    Kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan
b.    Ketidakharmonisan rumah tangga orang tua
c.    Masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua
d.   Ingin bebas
e.    Pengaruh teman
Penanganan anak jalanan bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a)    Melalui program aksi langsung
b)   Program peningkatan kesadaran masyarakat

V.            PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesemurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga mkalah ini dapat berguna dan menambah wawasan keilmuan kita.


DAFTAR PUSTAKA

http: //research.amikom.ac.id/indekx.php/DMI/article/view/4926, 20 April 2012, (13.00)
Suyanto, Bagong, Masalah Anak Sosial, Jakarta: Kencana, 2010




[1] Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 186-187
[2] http: //research.amikom.ac.id/indekx.php/DMI/article/view/4926, 20 April 2012, (13.00)
[3] Op.cit. Bagong Suyanto, hal. 194-196
[4] Ibid, Bagong Suyanto, hal. 196
[6] Op.Cit. Bagong Suyanto, hal. 198-199
[7] Ibid, Bagong Suyanto, hal. 200-202
[9] Op. Cit, Bagong Suyanto, hal. 203