Selasa, 18 Desember 2012

HUBUNGAN SEKS DI LUAR NIKAH


HUBUNGAN SEKS DI LUAR NIKAH

TUGAS

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah : Bimbingan Konseling Agama
Dosen Pengampu : Dra. Maryatul Qibtiyah, M. Pd




Di Susun Oleh:
Riza Azizatul Maghfiroh        (101111036)





FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012


HUBUNGAN SEKS DI LUAR NIKAH

1.    KASUS TENTANG HUBUNGAN SEKS DI LUAR NIKAH
Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi berdampak positif tapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak posifitnya, munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti pergaualan bebas dan pornografi. Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan bebas dan seks bebas yang kemudian mengakibatkan terjadinya fenomena hamil di luar nikah.
Remaja merupakan generasi penerus yang akan membangun bangsa ke arah yang lebih baik, yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Namun, remaja sekarang ini banyak yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan seks bebas. Buktinya pelajar SMP sampai SMA dan para mahasiswa banyak yang hamil di luar nikah. Kejadian ini terjadi di kota-kota besar sampai pelosok desa.
56 % remaja kota Bandung melakukan hubungan sex di luar nikah yang mana berita ini dipostingkan oleh Heri Setiawan pada tanggal 15 Agustus 2008, saya memperoleh dari search di google. Hubungan sex di luar nikah dalam agama itu bisa disebut dengan zina.
Di Bandung, sekitar 56 persen remaja Kota Bandung pada rentang usia 15 hingga 24 tahun sudah pernah berhubungan seks atau making love (ML) di luar nikah. Hubungan seks dilakukan dengan pacar, teman, dan pekerja seks komersial. Hal itu terungkap dalam workshop hasil baseline survei pengetahuan dan perilaku remaja Kota Bandung oleh 25 Messenger Jawa Barat di Wisma PKBI Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Selasa (12/8).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan 25 Messenger Jabar Kristian Widya Wicaksono mengatakan, survei yang dilakukan rentang waktu bulan Juni 2008 ini melibatkan rata-rata 100 responden remaja usia 15-24 tahun yang ada di setiap kecamatan di Kota Bandung. Dalam mensurveinya dibagi menjadi dua kategori rentang usia di dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan usia 15-19 tahun dan rentang usia 20-24 tahun. Survei juga mendapat data adanya hubungan sesama jenis dari responden. Kristian juga melakukan survei dengan melibatkan responden yang biasanya nongkrong-nongkrong di tempat tertentu. Dari hasil survei tersebut sebanyak 56 persen remaja melakukan hubungan seksual di luar nikah. Dari jumlah tersebut, 30 persen menyatakan hubungan dilakukan dengan pacar sendiri, 11 persen dengan pekerja seks komersial (PSK), dan 3 persen dengan seseorang atau teman yang baru dikenalnya (one night standing).
Dari hasil ini, Kristian menyimpulkan kondisi remaja di Kota Bandung saat ini bisa dikatakan hampir mendekati kondisi parah dalam berperilaku. Perilaku remaja tersebut ternyata tidak dipengaruhi tingkat strata sosial. Bukan hanya remaja dari kalangan kelas sosial rendah yang pernah melakukan hubungan seks, tapi di tingkat strata yang lebih tinggi, perilaku semacam ini juga terjadi. Bahkan tingkat pendidikan juga tidak memengaruhi prilaku mereka berhubungan seks. Ini bisa diketahui dari hasil survei pengetahuan remaja mengenai HIV AIDS dan penularannya. Ternyata, pendidikan tinggi tidak menjamin pengetahuan mereka tentang HIV AIDS lebih baik dibanding mereka yang berpendidikan rendah.
Kristian mengatakan, perilaku remaja yang demikian salah satunya memang paling banyak dipengaruhi oleh tontonan film porno. Selain itu, mereka juga mengetahuinya dari internet. Dan saat ini yang sedang tren adalah memperoleh gambar porno melalui telepon seluler. Yang cukup mengejutkan, mayoritas remaja/pemuda di rentang usia 15-24, baik laki-laki maupun perempuannya, pernah menonton film porno. Mayoritas lewat VCD/DVD, atau diperoleh dari internet, atau kedua-duanya. Pengaruh lain dalam perilaku seksual remaja antara lain seringnya orang tua bertengkar serta perceraian orang tua. Dari hasil survei, remaja yang orang tuanya kerap bertengkar membuat mereka mengalihkan kejenuhan tersebut dengan berperilaku menyimpang dengan melakukan hubungan seks.
Hasil survei lain menunjukkan bahwa remaja yang tidak aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler dan keagamaan sangat memengaruhi perilaku seksual mereka. Diketahui bahwa mereka yang tidak aktif cukup banyak yang melakukan hubungan seks karena tidak adanya kegiatan lain dan sebaliknya. Namun yang mengejutkan, ada beberapa responden yang aktif dalam kegiatan keagamaan tapi tetap melakukan hubungan seks bahkan dengan PSK. Dengan perilaku yang demikian, ujar Kristian, 40 persen responden ternyata bergonta-ganti pasangan. Ini menunjukkan ada kecenderungan peningkatan tertular HIV postitif. “Dari sini ada potensi kasus HIV/AIDS bisa meningkat bila tidak segera dicari solusi,” katanya.[1]
Data terkini milik Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010 menunjukkan, 51%  remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah, di Surabaya mencapai 54%, di Medan 52%, di Bandung 47% dan Yogyakarta 37%.
Data yang dikumpulkan BKKBN selama kurun waktu 2010 saja. Dari kasus perzinaan yang dilakukan para remaja putri tersebut yang paling dahsyat di Yogyakarta. Pihaknya menemukan dari hasil penelitian di Yogyakarta kurun waktu 2010 setidaknya tercatat sebanyak 37% dari 1160 mahasiswi di kota gudeg tersebut menerima gelar MBA (marriade by accident) alias menikah akibat hamil sebelum nikah.[2]
2.    ANALISIS KASUS
Hubungan seks di luar nikah adalah persetubuhan antara laki-laki dan perempuan di luar nikah.[3] Hubungan seks di luar nikah adalah sesuatu yang bagi masyarakat kita sulit untuk terima dan tentunya menimbulkan dan memunculkan rasa malu bagi keluarga juga akan mencoreng nama besar keluarga, dari sisi agama dan keyakinan apapun tentunya juga tidak dibenarkan, bahkan dalam islam tergolong dosa besar.
Dilihat dari agama hubungan seks di luar nikah itu bisa disebut dengan perbuatan zina. Dimana perbuatan zina adalah berbuatan yang di larang oleh agama atau dosa. Dalam agama juga melarang zina seperti yang di terangkan dalam surat Q. S. Al- Isra’: 32
“ Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Banyak faktor yang menyebabkan hubungan seks di luar nikah, yaitu:
a.       Kebebasan yang berlebihan
b.      Kurangnya pengawasan dari orang tua
c.       Pengen mencoba-coba
d.      Rangsangan dari video porno
e.       Lingkungan pergaulannya.
Dari contoh yang saya ambil di kalangan masyarakat, memang banyak faktor yang menyebabkan hubungan seks di luar nikah itu terjadi karena mereka pengen mencoba-coba, melihat video porno, lingkungan pergaulan dan kurangnya pengawasan dari orang tua juga sangat mempengaruhinya untuk melakukan hubungan seks. Untuk menangani masalah tersebut menurut saya menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan agama. Dengan mengetahui kejiwaan seorang klien tersebut, seorang konselor dapat memberikan solusi untuk mengatasi masalah yang dialami oleh remaja. Karena dampak masalah tadi membuat jiwa seseorang merasa terganggu dan dia akan merasa terpuruk, putus asa, dan parahnya bisa mengakibatkan mereka stress.
Pendekatan psikologis, akan membantu dalam menyelesaikan masalah yang dialami seorang klien. Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah tersebut bisa juga dengan memberikan pilihan untuk mengetahui apa yang dirasakan korban. Setelah mengetahui hal tersebut kita baru bisa memberikan solusi, ajakan, bimbingan, dorongan dan juga motivasi agar si korban merasa bebannya terkurangi dan dapat berpikir secara positif dan rasional dalam permasalahan tersebut akhirnya bisa melanjutkan masa depannya tidak hanya mengurung diri di kamarnya terus. Kalau tidak diberi dorongan, bimbingan maka mereka akan mengalami stress.
Dengan pendekatan agama, konselor akan membantu kliennya untuk memecahkan masalah yang dialami si klien. Salah satunya dengan cara mengingatkan kepada Allah, dinasehati bahwa perilaku itu dosa karena dalam gama hubungan sex di luar nikah itu bisa disebut dengan zina. Bisa juga menggunakan terapi dzikir, sholat, puasa, dll untuk mengingatkan klien kepada Allah.
3.    SOLUSINYA
Solusi agar tidak terjadi hubungan sex di luar nikah pada remaja, yaitu sebagai berikut:
a.       Sadarilah mulai dari kecil bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda
b.      Tidak memberikan hp kepada anak apabila tidak diperlukan, apabila anak tersebut perlu hp berilah hp yang tidak tersedia layanan internet
c.       Harus memantau pergaulannya
d.      Memerangi atau menjauhi video-video yang tidak bermoral atau video porno
e.       Menambah kegiatan yang positif di luar kegiatan sekolah
f.        Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun
g.      Membiarkan anak bergaul dengan teman sebaya yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun, baik lebih tua darinnya
h.      Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti televisi, internet, radio, dan handphone
i.        Perlunnya bimbingan kepribadian sekolah, karena di siswa lebih banyak menghabiskan waktunnya di lingkungan sekolah.
j.         Perlunya pembelajaran agama, yang dilakukan sejak dini
k.       Diajarkan pendidikan sex berdasarkan nilai-nilai agama
l.        Sebagai orang tua harus jadi tempat “curhat” yang nyaman untuk si anak
Sedangkan solusi atau cara menangani klien yang sedang terkena masalah hubungan seks di luar nikah, adalah sebagai berikut:
a)    Memberi dorongan dan motivasi, agar beban si klien merasa terkurangi sedikit
b)   Diberi nasehat agar tidak melakukan perbuatan yang salah lagi, khususnya yang melanggar norma agama
c)    Diberi pengertian agar tidak aborsi, karena aborsi itu bisa membahayakan mereka dan juga tidak baik menurut agama
d)   Bimbinglah untuk memohon ampunan kepada Allah
e)    Jangan pernah menyalahkan mereka secara berlebihan
4.    KESIMPULAN
Remaja-remaja melakukan hubungan seks di luar nikah karena banyak faktor yang mempengaruhinya, bisa dari keluarga dan pergaulan teman. Emosi remaja itu sangat tinggi. Remaja pengen menco-coba atau merasa ingin tahunya tinggi, dan mereka juga terjebak oleh dunia maya atau internet, mereka tidak memanfaatkan dengan sebaik mungkin malah dipakai nonton video porno dan akhirnya dia pengen melakukan adegan seperti di video porno. Maka dari itu, dari beberapa faktor tersebut banyak yang melakukan hubungan seks akhirnya bisa menyebabkan dia hamil. Setelah terjadi itu, mereka akan malu, bukan hanya dirinya yang malu tetapi mereka akan mencoreng nama baik keluarganya. Lebih parahnya lagi mereka akan mengalami depresi, stress, dll sampai mengganggu kejiwaannya.
5.    DAFTAR PUSTAKA



[2] http://cybervecto.blogspot.com/2011/04/hamil-di-luar-nikah-usia-remaja.html
[3] http://www.scribd.com/doc/28603618/Seks-Di-Luar-Nikah

Selasa, 20 November 2012

budaya dan pembentukan konsep diri


BUDAYA DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI
I.                   PENDAHULUAN
Konseling sebagaimana kita ketahui adalah suatu proses pemberian bantuan dari seorang ahli yang disebut dengan konselor kepada seorang yang mengalami permasalahan atau klien untuk membantu klien memecahkan masalah yang sedang klien hadapi. Manusia sebagai objek dari proses konseling tidaklah selalu memiliki latar belakang yang sama. Mereka bisa saja berasal dari budaya yang berbeda baik itu tingkat pendidikan maupun status sosial-ekonomi.
Oleh karena itu, seorang konselor dituntut untuk dapat menyesuaikan diri serta memiliki kemampuan menghadapi segala perbedaan yang ada pada diri klien-kliennya juga perbedaan pada dirinya. Hal ini membuat konselor harus mempunyai kesadaran akan budaya yang dia miliki dan memahami pula pada budaya yang dimiliki klien. Karena masalah budaya bukanlah masalah yang sederhana, banyak unsur yang ada di dalamnya. Sehingga apabila konselor tidak mampu memahami budaya yang melatarbelakangi individu, maka dimungkinkan akan terjadi sebuah kesalahpahaman yang akhirnya bisa mengganggu jalannya proses konseling. 
II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimanakah Pengertian Budaya?
B.     Bagaimanakah Pengertian Konsep Diri?
C.     Bagaimanakah Pengaruh Budaya dalam Pembentukan Konsep Diri?
III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Budaya
Budaya merupakan daya dari budi yang merupakan cipta, karsa, dan rasa. Sementara kebudayaan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata budhidayyah yang berarti daya dan budi.[1] Dalam konteks psikologi lintas budaya, budaya diartikan sebagai seperangkat sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimilki oleh sekelompok orang. Seperti yang diungkapkan oleh Matsumoto (1996) “culture as the set of attitudes, values, beliefs, and behaviors shared by a group of people, but different for each individual, communicated from one generation to the next”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya sebagai gagasan, baik yang muncul sebagai perilaku maupun ide seperti nilai dan keyakinan, sekaligur sebagai material, produk, maupun sesuatu yang hidup dan menjadi panduan bagi individu anggota kelompok. Selain itu, definisi tersebut menggambarkan bahwa budaya adalah suatu konstruk sosial sekaligus konstruk individu.
Ada dua hal yang ditekankan berdasarkan pengertian tadi, yaitu 1) adanya penyebaran kepemilikan (sharing) dari aspek-aspek kehidupan dan perilaku, 2) adanya hal-hal (things) yang dibagikan kepemilikannya (Shared).[2]
Dalam bukunya Jalaludin Rakhmat dan Deddy Mulyana (2000) mengatakan budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.[3]
B.     Konsep Diri
1.      Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi diri. Organisasi dari bagaimana kita mengenal, menerima, dan menilai diri kita sendiri. Suatu deskripsi mengenai siapa kita, mulai dari identitas fisik, sifat, hingga prinsip. [4]
Para ahli mendefinisikan konsep diri sebagai berikut :
a. William D. Brooks yang dikutip Jalaluddin Rahmad menyebut konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have drived from experiences and our interaction with others”. Pengertian tersebut memiliki makna bahwa konsep diri merupakan persepsi manusia yang meliputi fisik, sosial, dan psikis yang berasal dari pengalaman dan interaksi manusia dengan dirinya sendiri dan masyarakat (orang lain).[5]
b. Musthofa Fahmi menyatakan; konsep diri adalah sekumpulan pengenalan orang terhadap dirinya dan penilaiannya terhadap dirinya itu.
c. Carles Haston Cooley memberikan definisi konsep diri sebagai pengenalan terhadap diri yang merupakan suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain.
d. Pudjijogyanti menyatakan konsep diri merupakan sikap, pandangan, atau keyakinan seseorang terhadap keseluruhan dirinya.
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Secara lebih luas konsep diri merupakan pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri secara keseluruhan sebagai hasil observasi terhadap dirinya di masa lalu dan di masa sekarang yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang.
2.      Faktor-faktor Pembentuk Konsep Diri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara lain:
a.       Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, di mana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal di sekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial.
b.      Inteligensi
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya
c.       Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisnya. Jika prestisnya meningkat maka konsep dirinya akan berubah.

d.      Status Sosial Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah. Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21).
e.       Hubungan Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
f.       Orang Lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya.
g.      Kelompok Rujukan (Reference Group)
Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2005:105), ciri orang yang memiliki konsep diri negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenagi orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.
Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal:
1)  Kemampuan mengatasi masalah.
2)  Merasa setara dengan orang lain.
3)  Menerima pujian tanpa rasa malu.
4)  Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5) Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.[6]
C.     Pengaruh Budaya Terhadap Konsep Diri
Apa yang dimaksud dan dipahami sebagai diri konsep diri berbeda dalam setiap budaya. Meski perbedaan tersebut sering tak terlihat sama seperti saat manusia juga tidak menyadari perasaan dirinya dan bagaimana perasaan akan diri itu dapat mempengaruhi hidup seseorang. Perbedaan dalam memandang diri akan terlihat ketika individu-individu dari berbagai latar belakang budaya yang memiliki rasa akan diri yang berbeda ini berkumpul atau bertemu satu sama lain. Ada istilah yang sering digunakan untuk mempermudah studi mengenai konsep diri dalam lintas budaya, yaitu konstruk diri individual dan diri kolektif.
a.       Diri Individual
Diri individual merupakan diri yang fokus pada atribut internal yang sifatnya personal seperti kemampuan invidual, intelegensi, sifat kepribadian, dan pilihan individual. Diri individual adalah diri yang terpisah dari orang lain dan lingkungan, atau diri yang tidak tergantung (independent construal of self)
Budaya dan diri individual mendesain dan menyeleksi sejarah manusia agar tidak bergantung pada anggota atau masyarakat lain. Menurut konstruk diri individual manusia didorong untuk membangun konsep diri yang terpisah dari orang lain termasuk dalam tujuan keberhasilan yang cenderung lebih mengarah pada tujuan diri individu.
Menurut kerangka ini, nilai kesuksesan dan harga diri mengambil bentuk individualism. Jadi ketika seseorang berhasil melaksanakan tugas tanpa tergantung pada orang lain orang tersebut akan merasa lebih puas dan harga diri mereka akan meningkat. Keberhasilan individu adalah berkat usaha individu itu, sehingga diri dan masyarakat akan bengga karena seorang individu mampu maraih sukses tanpa bantuan orang lain.
b.      Diri Kolektif
Diri kolektif bisa dikatakan sebagai lawan atau kebalikan dari diri individual. Budaya yang menekankan pada diri kolektif memiliki ciri keterkaitan antar manusia satu dengan yang lain. Tugas utama budaya di sini adalah membuat bagaimana individu memenuhi dan memelihara keterikatannya dengan individu lain.
Individu diminta untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain atau kelompok di mana mereka bergabung dengan tujuan agar individu tersebut dapat membaca dan memahami pikiran perasaan orang lain, bersimpati, sehingga individu itu dapat memainkan peran yang telah diberikan kelompok.
Tugas normatif budaya di sini adalah mendorong saling ketergantungan (interdependence) satu sama lain. Dalam konstruk diri kolektif nilai keberhasilan dan harga diri adalah apabila individu tersebut mampu memenuhi kebutuhan komunitas dan menjadi bagian penting dalam hubungan dengan komunitas. Individu fokus kepada status keterikatan mereka dan penghargaan serta tanggung jawab sosial.[7]
IV.             KESIMPULAN
Budaya tidak hanya mempengaruhi tingkah laku individu, tapi juga konsep diri individu. Seperti yang kita ketahui konsep diri adalah merupakan pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri secara keseluruhan sebagai hasil observasi terhadap dirinya di masa lalu dan di masa sekarang yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang.
Dalam kaitannya dengan budaya dan konsep diri ini membentuk dua konstruk diri yaitu diri individual dan diri kolektif. Diri individual adalah diri yang terpisah dari orang lain dan lingkungan, atau diri yang tidak tergantung (independent construal of self)
Sedangkan diri kolektif adalah lawan dari diri individual. Budaya yang menekankan pada diri kolektif memiliki ciri keterkaitan antar manusia satu dengan yang lain. Tugas utama budaya di sini adalah membuat bagaimana individu memenuhi dan memelihara keterikatannya dengan individu lain.
V.                PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Dayakisni, Tri dan Salis Yuniardi, Psikologi Lintas Budaya, Malang : UMM Press, 2004
http://bimbingankonselingkita.blogspot.com/2012/03/konsep-diri.html
Prasetya, Joko Tri,dkk. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta :  PT. Rieneka Cipta, 2009
Rakhmat, Jalaluddin dan Deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT. remaja  Rosdakarya, 2000
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1991




[1] Drs, Joko Tri Prasetya, dkk. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta :  PT. Rieneka Cipta, 2009, hal 28
[2] Tri Dayakisni dan Salis Yuniardi, Psikologi Lintas Budaya, Malang : UMM Press, 2004, hal 10-11
[3] Jalaluddin rahkmat dan Deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT. remaja Rosdakarya, 2000, hal. 25
[4] Op. cit, Tr Dayakisni, Hal 117
[5] Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1991, hlm. 99
[6] http://bimbingankonselingkita.blogspot.com/2012/03/konsep-diri.html
[7] Op. cit. Tri Dayakisni, hal: 119-121